Helm Batik Ala Mantan Napi Marak di Jateng

Batik memang sudah menjadi nafas keseharian warga Kota Pekalongan. Pantaslah mendapat julukan Kota Batik.  Sampai-sampai perkara penutup kepala alias helm pun dibuat batik. Kini, helm batik mulai jadi trend dikalangan anak muda. Seperti apa ?

Jika kebetulan Anda berpergian ke Kota Pekalongan, coba perhatikan ramainya lalu lalang lalu lintas Kota Batik.  Jangan kaget kalau anda melihat anak-anak muda memakai motor trendy dengan helm batik. Ya, helm yang dilukis dengan motif batik memang mulai ngetrend di Pekalongan. Utamanya bagi anggota klub-klub motor.

Pensiunan preman Kalideres Jakarta ini, Taufik Taroji adalah pemuda yang iseng-iseng mencari kesibukan dengan membuat helm bermotof batik. Usahanya kini membuahkan hasil, dan rata-rata banyak digemari anak muda.

"Kebanyakan yang memesan helm batik memang anak-anak muda," jelas Taufik Tarodji, pembuat helm batik kala Koran ini menyambangi rumahnya.

Di rumahnya yang sederhana di pinggir Jl Jl Raya Banyurip No 606, Pekalongan Selatan itulah mantan preman kawasan Kalideres, Jakarta Barat ini terus berkreasi.
Ditangan mantan pentolan preman itu, helm bekas yang pantas masuk tong sampah bisa disulap menjadi helm batik yang cantik dan unik. Hanya dengan sedikit polesan dan dibuat batik, jadilah helm batik.

Lelaki yang mengaku pernah meringkuk di LP Salemba karena perkara narkoba ini mengaku bersyukur karena kreatifitasnya diminati masyarakat.

"Masa lalu saya memang kelam. Saya pernah mengalami kondisi koma seharian. Saya sudah tobat. Kini yang penting bekerja kreatif. Selain tetap membuat desain corak batik, saya juga membuat helm batik dan hiasan batik tripleks. Sesekali juga binsis pesenan kaos batik," terangnya sembari tersenyum ramah.

Pria asli Pekalongan ini mengaku mulai menekuni pembuatan helm bermotif batik sejak setahun lalu. Persisnya, saat terjadi lonjakan harga kain mori, bahan pembuat kain batik. Taufik yang sehari-hari membuat desain motif batik merasakan imbasnya.

Pesanan desain daripara pengrajin batik merosot tajam. Para pengrajin mengurangi produksi busana batik karena tak mampu membeli kain. “Saya jadi bingung. Pesanan desain motif batik berkurang,” tambah Taufik yang tinggal di Jl Raya Banyurip No 606 ini.

Ditengah kebingunganya, saat cangrukan ngobrol bareng tetangganya, tercetus ide membuat helm batik. Apalagi, sebagian masyarakat Banyurip masih enggan menggunakan helm.
Dengan helm batik, masyarakatakan merasa bangga menggunakan helm. Sebab, bagi warga Pekalongan, batik merupakan kebanggaan.
"Akhirnya, bermodal kemampuan menggambar, saya coba membuat helm batik. Mulanya, helm bekas tak terpakai, saya buat jadi helm batik. Ternyata banyak yang suka," tukas Suami dari Ny Ani Rohmayati ini.

Anak-anak muda disekitar tempat tinggalnya pun banyak yang memesan. Secara getok tular, peminat helm batikpun bertambah.

Taufik menuturkan, pembuatan helm batik sebenarnya sederhana.. Hanya butuh ketekunan dan kesabaran. Mula-mula batok helm diampelas hingga bersih. Selanjutnya beri dicat dasar atau pigmen. Selanjutnya digambar motif batiknya.

Setelah itu dicat batik dan di kelir agar warna mengkilap. Terakhir, helm di jemur sekitar 1 jam agar warna menjadi kuat dan tidak luntur. "Saya menggunakan peralatan untuk membatik biasa," imbuh Bapak tiga anak ini.

Peminat bisa membawa helm sendiri atau memesan sekaligus. Jika membawa helm sendiri, Taufik hanya mematok harga antara Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu untuk ongkos membatik. Namun, jika komplet beli helm sekaligus, harganya antara Rp 75 ribu sampai rp 150 ribu.

"Tergantung besar kecilnya helm dan kerumitan motif batiknya. Tapi kalau menggarap sebuah helm saja, sehari bisa jadi kok," tukasnya. Pada helm batik itu bisa diberi logo atau tulisan nama pemilik helm atau nama perusahaan.

Selain membuat helm batik, sebenarnya Taufik juga melayani pembuatan hiasan batik tripleks. Yakni lukisan batik dengan bahan dasar tripleks. Untuk media tripleks, proses pembuatanya hampir sama dengan helm batik.

Hanya saja, tak perlu di kelir. Soal harganya, tergantung ukuran. Berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. "Saya sebenarnya ingin ikut pameran pameran. Tapi ndak punya modal," ungkap Taufik.
Beruntung, kini lukisan batik tripleksnya sudah mulai dipesan para pejabat. Sambil terus berkarya kreatif, Taufik juga sibuk mendalami ilmu agama.


(sumber: nasional.vivanews.com)

Artikel Terkait